24 Juni tahun 1812, Kaisar Perancis Napoleon Bonaparte melakukan serangan besar ke wilayah Tzar Rusia. Lima tahun sebelumnya kedua imperium ini menandatangani perjanjian non-agresi namun secara bertahap, hubungan kedua negara menjadi memburuk. Dalam serangan tersebut, pasukan Napoleon berhadapan dengan cuaca yang sangat dingin sehingga akhirnya mengalami kekalahan dari tentara Rusia. Dari 350 ribu tentara Perancis yang dikerahkan Napoleon untuk menyerang Rusia, hanya 30 ribu tentara Perancis yang berhasil kembali dengan selamat ke negara mereka.
Perang Solferino Meletus
24 Juni tahun 1859, dalam era perjuangan bangsa Italia untuk mempersatukan wilayahnya, meletuslah perang antara pasukan Raja Sardinia, Victor Emmanuel III yang kelak menjadi raja Italia, dengan dukungan Perancis, melawan Austria. Perang ini terjadi di daerah Solferino, Italia, sehingga dinamakan Perang Solferino. Selama lebih dari lima generasi, Austria telah menduduki wilyah Italia, Lombardy dan Venesia, serta bertindak brutal terhadap rakyat Italia di sana. Di akhir perang, Austria mengalami kekalahan dan Venesia berhasil diambil kembali oleh Italia.
Siam Berubah Menjadi Monarkhi Konstitusional
24 Juni tahun 1932, sekelompok mahasiswa Siam yang menuntut ilmu di Paris, melangsungkan kudeta damai untuk menerapkan demokrasi di negara mereka. Hasil dari kudeta damai ini adalah diubahnya sistem kerajaan Siam yang semula berupa monarkhi absolut menjadi monarkhi konstitusional. Raja tetap menjadi kepala negara namun pemerintahan dijalankan oleh campuran antara kekuatan sipil dan militer. Raja Siam saat itu, Rama ke-7, pada tahun 1935 turun tahta dan pemerintah menunjuk keponakannya yang berusia 10 tahun, Ananda Mahidol sebagai pengganti. Namun, karena raja muda itu sedang menunut ilmu di Swiss, kepala pemerintahan dipegang seorang militer bernama Phibul Songkhram. Pemerintahan Phibul pada tahun 1939 menukar nama Siam menjadi Thailand. "Thai" berarti “bebas” dan juga merupakan nama etnik mayoritas di Siam.
Raja Henry VIII Naik Tahta
24 Juni tahun 1509, setelah meninggalnya Raja Inggris, Henry ke-7, putranya, Henry ke-8 naik tahta. Henry ke-8 terlahir ke dunia tahun 1491. Berbeda dengan gaya ayahnya yang kokoh dan pendiam, Henry ke-8 lebih senang pergi berburu ke pedesaan dan menyerahkan urusan pemerintahannya kepada pegawai-pegawainya.
Sejak tahun 1530-an, Henry ke-8 mulai banyak terlibat dalam pemerintahan dan pada era itulah gereja Inggris memisahkan diri dari Gereja Katolik Roma. Pemisahan ini terjadi untuk meluluskan kehendak Henry ke-8 untuk menceraikan istrinya Catherine of Aragon dan menikahi Anne Boyle, karena istrinya tersebut tidak memberikan keturunan laki-laki.
sumber : http://www2.irib.ir
0 komentar:
Posting Komentar